SIMULASI DAN KOMUNIKASI DIGITAL
KELAS X SEMESTER GENAP
3.8 Memahami konsep Kewargaan Digital
A. Tujuan
Pembelajaran
Setelah mengikuti
pembelajaran, siswa mampu
1. menyajikan pengertian dan komponen kewargaan
digital,
2.
Undang-undang
Informasi
dan
Transaksi
Elektronik
B. Uraian Materi
1. Kewargaan
Digital
Dalam hal
berkomunikasi, dunia maya tidak jauh berbeda dengan dunia nyata. Komunikasi antarindividu, maupun beberapa individu sekaligus dapat terjadi baik
di dunia maya maupun dunia nyata. Tidak heran, berbagai
karakteristik, pribadi, ide, maupun tujuan yang berbeda dapat tertuang di dunia maya. Namun, sifat dunia maya yang tidak mempertemukan individu-individu tersebut secara langsung dapat mendorong menipisnya, bahkan
hilangnya norma-norma sopan
santun, tanggung jawab, dan etiket
dalam berkomunikasi.
Apakah Anda
menggunakan
Internet untuk berbagi pakai (share) informasi tentang diri Anda dan rekan lain, berkomunikasi dengan kawan-kawan,
mengomentari yang Anda lihat secara daring, bermain
games, mengunduh
bahan untuk mengerjakan tugas, atau
membeli
barang secara daring? Jika Anda
menjawab
“ya” pada
salah satu saja,
dapat dikatakan
bahwa
Anda
adalah
seorang “Warga Digital”.
Warga digital adalah orang yang sadar apa yang baik apa yang salah,
menunjukkan kecerdasan perilaku teknologi, dan membuat pilihan yang tepat ketika menggunakan teknologi.
Warga digital merupakan individu yang memanfaatkan
TI untuk membangun
komunitas, bekerja, dan berekreasi.
Warga digital secara umum telah memiliki
pengetahuan dan kemampuan mengoperasikan TI untuk berkomunikasi
maupun mengekspresikan sebuah
ide. Contohnya bermain facebook, menulis blog,
mencari informasi di forum, dan lain-lain. Sama halnya dengan warga dunia
nyata, semua warga digital memiliki kewajiban untuk menjaga etiket dan
norma, serta memiliki rasa tanggung jawab di
dunia maya
Mengapa
kewargaan digital itu penting?
Jika Anda ingin
memperoleh
yang
terbaik dalam menggunakan Internet dan menjaga
keamanan serta kesehatan
Anda dan rekan, gunakan bahan-bahan berikut ini untuk mempelajari bagaimana menjadi warga
digital
yang positif.
Kewargaan digital dapat didefinisikan sebagai
norma perilaku yang tepat dan
bertanggung jawab terkait dengan penggunaan teknologi.
Gambar II.53Pelajar Sebagai Warga digital
Rentang usia warga digital mulai bergeser, seiring dengan semakin mudahnya akses teknologi, tampilan dan
fitur yang semakin memanjakan pengguna, membuat anak-anak di
usia belia telah dapat memanfaatkan teknologi
tersebut untuk berkomunikasi, mencari dan bertukar informasi
di dunia maya. Usia yang masih belia semakin membuka
kemungkinan adanya pelanggaran norma-norma maupun penyebaran informasi penting yang dapat disalahgunakan
oleh pihak-
pihak yang tidak bertanggung jawab.
Kewargaan digital adalah konsep yang dapat digunakan untuk memberikanpengetahuan mengenai penggunaan teknologi dunia maya dengan
baik dan benar. Penggunaan teknologi dunia maya dengan baik dan benar memiliki banyak implikasi, pemilihan kata yang tepat dalam berkomunikasi, tidak menyinggung
pihak
lain
dalam update status, tidak
memberikan informasi
penting kepada publik,
tidak membuka tautan yang mencurigakan,
dan lainnya
2. Komponen
Kewargaan Digital
Gambar II-54Lingkungan Digital Siswa
Gambar
II.54 menunjukkan 3 (tiga)
lingkungan dan
9
(sembilan) komponen penerapan Kewargaan Digital.
a. Lingkungan belajar dan akademis
IT telah menjadi bagian dari lingkungan belajar dan akademis. Baik pengajar dan siswa secara aktif memanfaatkan IT dalam mencari informasi, data, maupun literatur yang digunakan untuk keperluan akademis. Beberapa komponen Kewargaan digital yang perlu diperhatikan dalam pemanfaatan ICT untuk lingkungan belajar dan akademis adalah:
Setiap orang seharusnya memiliki hak yang sama dalam mengakses fasilitas IT. Namun kemudian, setiap pengguna TIK harus menyadari bahwa tidak setiap
orang memiliki kesempatan yang sama dalam mengakses teknologi, baik itu
dibatasi oleh infrastruktur
maupun oleh lingkungan komunitas pengguna itu
sendiri. Belajar
menghargai
hak
setiap orang untuk memiliki akses
ke teknologi informaasi, serta berjuang untuk mencapai
kesetaraan hak dan ketersediaan fasilitas untuk mengakses teknologi
informasi merupakan dasar dari
kewargaan digital.
Keterasingan komunitas
secara digital mengakibatkan sulitnya perkembangan
suatu lingkungan
dikarenakan terbatasnya informasi dari masyarakat dan
komunitas dari daerah lain yang telah memanfaatkan teknologi informasi.
Setiap warga digital
juga harus menyadari faktor-faktor penghambat akses ke teknologi
informasi, mulai dari faktor infrastruktur hingga faktor adat dan
budaya.
Seiring berkembangnya teknologi, akses digital
juga semakin mudah diperoleh, sehingga tantangan terbesar selanjutnya adalah
pembiasaan
terhadap pemanfaatan teknologi
itu sendiri.
Komponen 2. Komunikasi Digital
Dalam lingkungan belajar, akademis, maupun lingkungan
kerja dan masyarakat umum nantinya, komunikasi
merupakan kewajiban yang harus dilakukan setiap
orang untuk dapat bertukar
informasi
dan ide. Komunikasi dapat dilakukan
secara satu arah, dua arah, antarpribadi
maupun komunikasi
dalam forum.
Perkembangan teknologi digital telah mengubah sikap seseorang dalam berkomunikasi. Berbagai
bentuk komunikasi
digital telah tersedia, seperti e-mail,
sms, chatting, forum, dan
berbagai
bentuk
lainnya,
memungkinkan setiap
individu untuk
terus dapat
terhubung dengan individu lainnya.
Setiap warga digital diharapkan dapat mengetahui berbagai jenis komunikasi
menggunakan media digital. Warga digital juga diharapkan dapat mengetahui
kelebihan dan kekurangan dari setiap jenis komunikasi
tersebut, sehingga dapat memilih
penggunaan komunikasi yang tepat sesuai
dengan kebutuhan.
Komponen 3. Literasi Digital
Dunia pendidikan telah
mencoba untuk mengintegrasikan teknologi digital
ke dalam proses belajar mengajar, sehingga siswa mampu menggunakan teknologidigital untuk
mencari dan
bertukar informasi. Namun pada
kenyataannya, teknologi
yang digunakan dalam dunia kerja
sedikit berbeda dengan yang digunakan di
sekolah. Berbagai
bidang pekerjaan seringkali memerlukan
informasi
yang aktual
dan bermanfaat, pekerja dituntut
memiliki kemampuan
untuk mencari
dan memproses data secara kompleks dalam waktu
yang singkat.
Sementara itu, ketergantungan siswa pada pengajar belum seirama dengan
tuntutan dunia kerja.
Literasi digital
merupakan proses belajar mengajar mengenai
teknologi
dan pemanfaatan teknologi. Pelajar dan pengajar diharapkan dapat belajar apa saja,
kapan saja, dan dari mana saja. Saat teknologi
baru muncul, para pelajar dan pengajar diharapkan dapat beradaptasi secara cepat dan tidak terpaku pada satu
jenis teknologi.
b. Lingkungan
sekolah
dan tingkah laku
Komponen 4. Hak digital
Sama halnya dengan perlindungan hak asasi di dunia nyata, para warga
digital
juga memiliki perlindungan hak di dunia digital. Setiap warga digital memiliki hak atas privasi, kebebasan berbicara,
dll. Hak
tersebut haruslah dipahami oleh setiap
warga
digital.
Dengan adanya hak tersebut, setiap warga digital juga
memiliki beberapa
kewajiban yang harus
dipenuhi. Setiap warga
digital harus ikut membantu pemanfaatan teknologi
secara benar, mengikuti tata krama yang berlaku, baik
yang tersirat
maupun tersurat. Contoh nyatanya adalah: tidak melakukan pembajakan
konten, tidak menyebarkan informasi palsu, tidak memancing emosi pengguna teknologi
informasi
lainnya.
Komponen 5. Etiket digital
Seringkali pengguna teknologi digital tidak peduli dengan etiket penggunaan teknologi, tetapi langsung menggunakan
produk tanpa mengetahui aturan serta tata
krama penggunaannya. Atau sudah mengetahui tetapi menganggap etiket digital tidak terlalu penting untuk diperhatikan.
Seringkali para pengguna digital melupakan bahwa walaupun dalam dunia digital para pengguna
tidak salingbertatap muka,
tetapi perlu
diperhatikan bahwa
di balik setiap
akun, di balik
setiap posting forum, terdapat individu
lainnya yang dapat tersinggung jika
Anda
melanggar tata kramaEtiket digital dibuat dengan
tujuan
untuk menjaga
perasaan
dan kenyamanan
pengguna lainnya.
Namun peraturan
saja tidak cukup.
Seringkali
para pengguna tidak mengetahui
aturan tersebut, ataupun malas membaca
peraturan. Kita juga harus mengajarkan
setiap pengguna teknologi digital untuk bertanggungjawab dalam pemanfaatan teknologi.
Komponen 6. Keamanan
digital
Dalam setiap
komunitas terdapat individu yang mencuri karya, merusak, ataupun mengganggu individu lainnya. Meskipun tidak boleh berburuk sangka,
kita tidak dapat mempercayai
seseorang begitu saja, karena hal
tersebut akan beresiko
terhadap keamanan kita.
Hal ini berlaku juga
dalam dunia digital.
Dalam dunia
nyata kita
membangun pagar, mengunci
pintu, menambahkan alarm dalam rumah
kita dengan alasan keamanan. Hal yang sama juga perluditerapkan dalam dunia digital, seperti meng-install antivirus, firewall, mem-
backup
data, dan menjaga
data
sensitif seperti username dan
password,
nomorkartu kredit, dll. Sebagai warga digital, kita harus berhati-hati dan menjaga informasi dari
pihak yang tidak bertanggungjawab.
c. Kehidupan
siswa di luar lingkungan sekolah
Komponen 7. Hukum digital
Hukum digital
mengatur etiket penggunaan teknologi dalam masyarakat.
Warga digital perlu menyadari
bahwa mencuri ataupun merusak pekerjaan, data diri,
maupun properti daring orang
lain
merupakan
perbuatan yang
melanggar hukum. Contoh perbuatan yang melanggar hukum antara lain: meretas informasi
atau website, mengunduh musik ilegal, plagiarisme, membuat virus, mengirim-
kan
spam, ataupun mencuri identitas orang
lain.
Hukum siber (cyber law) di Indonesia sendiri dapat dikategorikan menjadi 5 aspek besar.
- Aspek hak cipta
- Aspek merek dagan
- Aspek fitnah dan pencemaran nama baik
- Aspek privasi
- Aspek yurisdiksi dalam ruang siber
Komponen 8. Transaksi digital
Warga digital perlu menyadari bahwa sebagian besar dari proses jual beli telah dilaksanakan secara daring. Berbagai situs jual-beli lokal dapat dengan mudah diakses oleh penjual dan pembeli, seperti tokobagus.com, kaskus.co.id, berniaga.com, dan berbagai toko daring lainnya. Mudahnya akses dan semakin tingginya tingkat kesadaran masyarakat akan teknologi informasi ikut mendorong tumbuhnya pasar jual beli daring di Indonesia
Dalam jual beli daring, penjual dan pembeli
perlu menyadari resiko dan
keuntungan
yang didapat dari jual beli
daring, mulai dari resiko penipuan, perbedaan barang yang dikirim, lama pengiriman, hingga
legalitas barang yang diperjualbelikan.
Warga digital perlu mengetahui bagaimana menjadi pembeli maupun
penjual daring yang baik.
Komponen 9. Kesehatan
digital
Di balik manfaat teknologi digital, terdapat beberapa ancaman kesehatan yang perlu diperhatikan, seperti kesehatan mata, telinga, tangan, bahkan keseluruhan
badan. Tidak hanya kesehatan fisik, kesehatan mental dapat juga terancam jika pengguna tidak mengatur penggunaan teknologi digital. Untuk mencegahnya, pengguna perlu menyadari bahaya-bahaya yang dapat ditimbulkan oleh teknologi digital.
3. THINK
Setelah memahami 9 komponen di
atas, Anda telah menyadari pentingnya kewargaan digital. Untuk menyederhanakan 9
komponen di atas, Anda dapat
menggunakan
konsep “T.H.I.N.K.” sebelum Anda berkomunikasi di dunia digital, baik itu e-mail, post facebook, twitter, blog,
forum, dll. T.H.I.N.K.merupakan
akronim dari:
- Is it True (Benarkah)?
Benarkah posting Anda? Atau hanya isu yang tidak jelas sumbernya?
- Is it Hurtful (Menyakitkankah)?
Apakah post anda akan menyakiti perasaan orang
lain?
- Is it illegal (Ilegalkah)?Ilegalkah post Anda?
- Is it Necessary (Pentingkah)?
Pentingkah post Anda? Post yang
tidak penting akan mengganggu
orang lain
- Is it Kind (Santunkah)?
Santunkah post Anda? Tidakmenggunakan kata-kata
yang
dapat menyinggung orang lain?
4. Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik
Undang-undang Informasi
dan
Transaksi
Elektronik atau Undang Undang nomor 11
tahun
2008 atau UU ITE adalah UU yang mengatur tentang informasi
serta transaksi
elektronik,
atau
teknologi
informasi
secara umum.
UU ini
memiliki
yurisdiksi yang berlaku untuk setiap orang yang melakukan perbuatan hukum sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini,
baik yang berada di
wilayah hukum
Indonesia maupun di
luar wilayah hukum Indonesia, yang memiliki akibat
hukum di
wilayah hukum Indonesia dan/atau di luar wilayah hukum Indonesia dan merugikan kepentingan Indonesia.
Asas dan
Tujuan
Asas
Pemanfaatan Teknologi ITE
dilaksanakan berdasarkan asas kepastian hukum, manfaat, kehati-hatian, iktikad baik, dan kebebasan memilih teknologi atau netral teknologi.
Tujuan
Pemanfaatan Teknologi Informasi dan Transaksi Elektronik dilaksanakan dengan tujuan untuk:
1. mencerdaskan kehidupan bangsa sebagai bagian dari masyarakat informasi dunia;
2. mengembangkan perdagangan dan
perekonomian nasional dalam rangka
meningkatkan kesejahteraan
masyarakat;
3. meningkatkan efektivitas dan efisiensi
pelayanan publik;
4. membuka kesempatan seluas-luasnya kepada
setiap Orang untuk memajukan pemikiran dan kemampuan di bidang penggunaan dan
pemanfaatan Teknologi Informasi
seoptimal
mungkin dan
bertanggung
jawab; dan
5. memberikan rasa aman, keadilan, dan
kepastian hukum bagi pengguna dan
penyelenggara Teknologi Informasi.
Istilah dalam Undang-Undang
Informasi
Elektronik adalah
satu
atau
sekumpulan
data
elektronik, tetapi
tidak terbatas pada tulisan, suara,
gambar, peta,
rancangan, foto, electronic data
interchange (EDI), surat elektronik (electronic mail), telegram, teleks, telecopy atau sejenisnya, huruf,
tanda, angka, Kode Akses,
simbol, atau perforasi
yang telah diolah
yang memiliki
arti
atau dapat dipahami oleh orang
yang mampu memahaminya.
Transaksi Elektronik adalah perbuatan hukum yang dilakukan dengan menggunakan Komputer,
jaringan Komputer, dan/atau media elektronik lainnya.
Teknologi Informasi adalah
suatu teknik untuk mengumpulkan, menyiapkan, menyimpan, memproses, mengumumkan, menganalisis, dan/atau
menyebarkan informasi.
Dokumen
Elektronik adalah setiap
Informasi
Elektronik yang dibuat,
diteruskan, dikirimkan, diterima, atau disimpan dalam bentuk analog, digital, elektromagnetik, optikal, atau sejenisnya, yang dapat dilihat, ditampilkan, dan/atau
didengar melalui
Komputer atau Sistem Elektronik, termasuk tetapi tidak terbatas pada
tulisan, suara, gambar, peta,
rancangan, foto atau sejenisnya, huruf, tanda, angka, Kode Akses,
simbol atau perforasi yang memiliki makna atau
arti
atau dapat dipahami oleh orang yang mampu memahaminya.
Sistem Elektronik
adalah
serangkaian perangkat dan
prosedur elektronik yang berfungsi
mempersiapkan, mengumpulkan, mengolah,
menganalisis, menyimpan,
menampilkan, mengumumkan, mengirimkan, dan/atau menyebarkan Informasi Elektronik.
Penyelenggaraan
Sistem
Elektronik adalah pemanfaatan Sistem Elektronik
oleh penyelenggara negara, Orang, Badan Usaha, dan/atau masyarakat.
Jaringan Sistem Elektronik adalah terhubungnya dua Sistem Elektronik atau lebih,
yang bersifat tertutup ataupun terbuka.
Agen Elektronik adalah perangkat dari suatu Sistem Elektronik yang dibuat untuk melakukan suatu tindakan terhadap suatu Informasi Elektronik tertentu secara otomatis yang
diselenggarakan oleh Orang.
Sertifikat Elektronik adalah sertifikat yang bersifat elektronik yang memuat Tanda
Tangan Elektronik dan identitas
yang menunjukkan
status subjek hukum para pihak dalam Transaksi Elektronik yang dikeluarkan oleh Penyelenggara Sertifikasi
Elektronik.
Penyelenggara Sertifikasi Elektronik adalah badan hukum yang berfungsi sebagai pihak yang layak dipercaya, yang memberikan dan
mengaudit Sertifikat
Elektronik.
Lembaga
Sertifikasi Keandalan adalah lembaga
independen yang dibentuk
oleh profesional yang diakui, disahkan, dan diawasi
oleh
Pemerintah dengan kewenangan mengaudit dan mengeluarkan sertifikat keandalan dalam
Transaksi Elektronik.
Tanda Tangan Elektronik adalah tanda tangan yang terdiri atas Informasi Elektronik yang dilekatkan, terasosiasi atau terkait dengan
Informasi Elektronik lainnya yang
digunakan sebagai alat verifikasi dan
autentikasi.
Penanda
Tangan adalah subjek
hukum yang terasosiasikan atau terkait dengan Tanda Tangan Elektronik.
Komputer adalah alat untuk memproses data elektronik, magnetik, optik, atau sistem yang melaksanakan fungsi logika, aritmetika,
dan
penyimpanan.
Akses adalah kegiatan melakukan interaksi dengan Sistem Elektronik yang berdiri sendiri
atau dalam jaringan.
Kode Akses adalah angka,
huruf,
simbol, karakter
lainnya
atau
kombinasi di antaranya,
yang
merupakan kunci
untuk dapat mengakses
Komputer dan/atau
Sistem Elektronik lainnya.
Kontrak Elektronik adalah perjanjian
para pihak yang dibuat melalui Sistem Elektronik.
Pengirim adalah subjek
hukum yang mengirimkan Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik.
Penerima adalah subjek
hukum
yang
menerima
Informasi
Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik dari Pengirim.
Nama Domain adalah alamat internet penyelenggara negara, Orang, Badan Usaha, dan/atau masyarakat, yang dapat digunakan dalam berkomunikasi melalui internet, yang berupa kode atau susunan karakter yang bersifat unik untuk menunjukkan
lokasi tertentu dalam internet.
Orang adalah orang
perseorangan, baik
warga negara Indonesia, warga negara
asing, maupun badan hukum.
Badan Usaha adalah perusahaan perseorangan atau perusahaan persekutuan,
baik yang berbadan hukum
maupun yang tidak berbadan hukum.
Pemerintah
adalah Menteri
atau
pejabat lainnya yang ditunjuk oleh Presiden.
Konten
Secara umum, materi Undang-Undang Informasi
dan
Transaksi Elektronik (UU ITE)
dibagi menjadi dua
bagian besar, yaitu
pengaturan mengenai
informasi dan
transaksi
elektronik dan
pengaturan mengenai perbuatan
yang dilarang. Pengaturan mengenai
informasi dan transaksi elektronik mengacu pada beberapa
instrumen internasional, seperti UNCITRAL Model Law
on eCommercedan
UNCITRAL
Model
Law
on eSignature. Bagian ini
dimaksudkan untuk mengakomodir kebutuhan para pelaku bisnis di
internet dan masyarakat umumnya guna
mendapatkan kepastian hukum dalam
melakukan transaksi
elektronik.
Beberapa materi
yang
diatur, antara lain:
1. pengakuan informasi/dokumen elektronik sebagai alat bukti hukum yang sah (Pasal
5 & Pasal
6 UU
ITE);
2. tanda tangan elektronik (Pasal 11 &
Pasal
12 UU ITE);
3. penyelenggaraan sertifikasi elektronik (certification authority, Pasal 13 & Pasal 14
UU ITE); dan
4. penyelenggaraan sistem
elektronik (Pasal
15 & Pasal 16 UU ITE)
5. perbuatan yang dilarang (cybercrimes). Beberapa
cybercrimes yang diatur dalam UU
ITE, antara lain:
1. konten ilegal, yang terdiri dari, antara lain:
kesusilaan,
perjudian,
penghinaan/pencemaran nama baik, pengancaman dan pemerasan (Pasal
27, Pasal 28, dan Pasal 29 UU
ITE);
2. akses ilegal (Pasal
30);
3. intersepsi
ilegal (Pasal
31);
4. gangguan terhadap data (data interference, Pasal 32 UU ITE);
5. gangguan terhadap sistem
(system interference, Pasal
33 UU
ITE);
6. penyalahgunaan alat dan
perangkat
(misuse of device, Pasal 34 UU ITE); Penyusunan materi UU ITE tidak terlepas dari dua naskah akademis yang disusun oleh dua institusi pendidikan yakni Universitas Padjadjaran(Unpad) dan Universitas Indonesia(UI). Tim Unpad ditunjuk oleh Departemen Komunikasi dan Informasi sedangkan Tim UI
oleh Departemen Perindustrian
dan Perdagangan. Pada penyusunannya, Tim Unpad bekerjasama dengan para pakar di Institut Teknologi Bandung yang kemudian menamai naskah akademisnya dengan RUU Pemanfaatan Teknologi Informasi (RUU PTI). Sedangkan tim UI menamai naskah akademisnya dengan RUU Informasi Elektronik dan Transaksi Elektronik.
Kedua naskah akademis tersebut pada akhirnya digabung dan disesuaikan kembali
oleh tim yang dipimpin Prof. Ahmad M Ramli SH (atas nama pemerintah
Susilo Bambang Yudhoyono), sehingga namanya menjadi
Undang-Undang Informasi dan
Transaksi Elektronik sebagaimana disahkan oleh DPR.
Peraturan Pelaksana
Sembilan pasal
UU ITE mengamanatkan pembentukan Peraturan Pemerintah:
1. Lembaga Sertifikasi Keandalan (Pasal
10 ayat
2);
2. Tanda Tangan Elektronik (Pasal
11 ayat 2);
3. Penyelenggara Sertifikasi Elektronik (Pasal
13 ayat 6);
4. Penyelenggara Sistem Elektronik (Pasal 16 ayat 2);
5. Penyelenggaraan Transaksi Elektronik (Pasal 17 ayat 3);
6. Penyelenggara Agen Elektronik (Pasal 22 ayat 2);
7. Pengelolaan Nama Domain (Pasal
24);
8. Tata
Cara Intersepsi
(Pasal 31
ayat 4);
9. Peran Pemerintah dalam Pemanfaaatan TIK (Pasal
40);
Penyelenggaran Sistem Transaksi Elektronik
Dalam perjalanannya, poin no. 1-7 dijadikan satu peraturan pemerintah,
dan
juga sudah disahkan yaitu Peraturan
Pemerintah no. 82
tahun
2012 tentang
Penyelenggaraan
Sistem
Transaksi Elektronik ('PP
PSTE'). Peraturan Pemerintah ini disusun sejak pertengahan tahun 2008 dan
disampaikan ke Kemkumham awal
tahun 2010. Kemudian dilakukan harmonisasi pertama, dan Menkumham
menyerahkan hasilnya ke Menkominfo pada 30 April 2012.
Menkominfo menyerahkan Naskah Akhir RPP ini ke Presiden pada 6 Juli 2012 dan
ditetapkan menjadi PP 82 tahun 2012 pada 15 Oktober 2012. PP ini mengatur
sistem
elektronik untuk pelayanan publik dan nonpelayanan publik, sanksi administratif,
tanggungjawab pidana
serta perdata penyelenggara, sertifikasi, kontrak, dan tanda tangan elektronis, serta penawaran produk melalui sistem
elektronik. (Aspek Hukum Penyelenggaraan
Sistem dan
Transaksi Elektronik,
Ronny, 2013)
Tata Cara Intersepsi
Poin nomor 8
tadinya sempat direncakan menjadi Peraturan Pemerintah tersendiri, akan tetapi koalisi masyarakat menggugat pasal ini ke Mahkamah Konstitusi tahun
2011. Mahkamah menyetujui serta
mengharuskan Pasal ini dibuat Undang Undang tersendiri bukannya Peraturan Pemerintah karena intersepsi atau penyadapan
membatasi sebagian hak asasi manusia yang menurut pasal
28J
UUD 1945, harus berbentuk Undang Undang.
Indonesia
Corruption
Watch mengungkapkan
bahwa
RPP merupakan
bentuk
potensi intervensi Eksekutif terhadap lembaga penegak hukum, khususnya KPK,
mengingat
Pusat
Intersepsi
Nasional (PIN) dikelola dan
dibentuk pemerintah,
karena
dibentuk dengan Keputusan
Presiden.
Catatan kritis ICW terhadap
RPP tentang Penyadapan per
3 Desember 2009:
1. Pasal 4 ayat (4)
teknis operasional
pelaksanaan
intersepsi dilaksanakan
melalui Pusat
Intersepsi Nasional.
2. Pasal 5 ayat (6)
Hasil
intersepsi rekaman
informasi disampaikan
secara rahasia kepada aparat penegak hukum
melalui Pusat Intersepsi Nasional
3. Pasal 8 Sertifikasi
alat dan perangkat diatur dalam Peraturan Menteri
4. Pasal 11 ayat (2) Dewan Intersepsi Nasional bertanggungjawab pada Presiden
(tugas mengawasi
pelaksanaan intersepsi
di Polisi, Jaksa dan KPK)
5. Pasal 21 ayat (2) Sebelum PIN dibentuk, Menteri dapat membentuk tim audit
independen
6. Pasal 21 ayat (6) Jika PIN sudah terbentuk, intersepsi yg dilakukan penegak hukum harus melalui PIN
Presiden dan dan jajarannya di kabinet akan menjadi orang-orang yang sulit atau mustahil
disadap jika Rancangan Peraturan
Pemerintah tentang Tata
Cara Intersepsi
(Penyadapan) disahkan. Presiden berperan membentuk Pusat
Intersepsi Nasional
dan
mengangkat Anggota Dewan Pengawas Intersepsi
Nasional. Selain itu ada enam instansi
lain yang juga akan sulit disadap karena punya peran
dominan
bagi terlaksana atau tidaknya penyadapan yang dilakukan oleh
aparat penegak hukum,
termasuk Komisi Pemberantasan
Korupsi (KPK). Enam instansi
itu yaitu, Menkominfo, Jaksa Agung, Ketua
PN
Jakarta Pusat sampai Mahkamah Agung, Anggota PIN, Kapolri, dan Dewan Intersepsi
Nasional.
Kesulitan ini
dapat
berupa
keputusan berlarut-larut atau infonya
bocor.
Pasca pembatalan pasal tersebut oleh MK, per 2015 Kemkominfo memprosesnya
untuk membuat RUU TCI (Undang Undang Tata Cara Intersepsi). Meskipun RUU
TCI ini tidak masuk dalam daftar longlist Program
Legislasi Nasional 2015–2019, namun tidak menutup kemungkinan akan
masuk dalam daftar kumulatif terbuka.
Sehingga
pilihan
pertama
usulan dimasukkan
dalam prakarsa
DPR dengan dititipkan
dalam pembahasan RUU KUHAP inisiatif DPR. Alternatif kedua
didasarkan pada usulan pemerintah yang dilatari pertimbangan kondisi tertentu
serta harus mendapatkan
izin
prakarasa dari Presiden.
Peran Pemerintah
Poin nomor
9
akan
dijadikan Peraturan
Pemerintah Peran
Pemerintah
dalam
Pemanfaatan TIK.
Akan tetapi, per
2016 PP ini
tidak kunjung dibuat.
Perdagangan
Elektronis
Terbaru, Pemerintah
sedang menggodok dasar hukum untuk perdagangan
elektronis atau e-Commerce. Meskipun
bukan amanat UU
ITE, tetapi
ini merupakan
amanat UU Perdagangan (pasal 66 ayat 4) dan
mengacu kepada UU ITE dan UU
Perlindungan
Konsumen[6].
Selain itu memang
perkembangan e-Commerce
yang
tumbuh cepat membutuhkan dasar hukum dan melindungi konsumen, produsen
dan
para pemain e-Commerce. Pembuatan RPP
tersebut diharmonisasi
oleh kementerian terkait seperti
Kementerian Komunikasi dan Informatika, Kementerian
Hukum dan HAM, Bank Indonesia serta Kementerian Perdagangan. Akan tetapi, meskipun naskah akademik RPP sudah beredar sejak tahun 2011, pengesahannya
molor dan
tidak ada perkembangan hingga terdengar kembali pasca
boomingnya e- Commerce diawal tahun
2015 dimana
Presiden
dan Menteri sudah berganti. Menteri
Kominfo Rudiantara menjanjikan Blueprint
e-Commerce untuk meningkatkan
pertumbuhan e-Commerce
dan akan bersama Menteri Perdagangan untuk merumuskan aturan
e-Commerce
Gugatan ke Mahkamah Konstitusi
Pencemaran Nama Baik
Pasal Pencemaran nama baik paling
sering digugat ke MK. Terdapat dua kasus diawal
UU ITE,
yaitu PUTUSAN
Nomor 50/PUU-VI/2008
dan Putusan Nomor
2/PUU-VII/2009. Dalam putusan tersebut, MK menolak permohonan
pemohon bahwa Pasal 27 ayat (3) dan Pasal 45 ayat (1) bertentangan dengan
Undang-
Undang Dasar 1945. Bahwa menurut Mahkamah, penghinaan yang diatur dalam
KUHP (penghinaan off line) tidak dapat menjangkau delik penghinaan dan pencemaran nama baik
yang dilakukan di dunia siber (penghinaan on line) karena ada unsur “di muka umum”. Dapatkah perkataan unsur “diketahui umum”,
“di muka
umum”,
dan “disiarkan” dalam Pasal 310 ayat (1) dan ayat (2) KUHP mencakup ekspresi dunia
maya? Memasukkan dunia maya ke dalam pengertian “diketahui umum”, “di muka
umum”, dan
“disiarkan”
sebagaimana dalam
KUHP, secara harfiah
kurang memadai, sehingga diperlukan rumusan khusus yang bersifat ekstensif yaitu kata “mendistribusikan” dan/atau “mentransmisikan” dan/atau “membuat
dapat
diakses” Penghinaan SARA
Mahkamah Konstitusi (MK) juga menolak permohonan Judicial Review (uji materi) yang diajukan oleh
pengacara
Farhat Abbas. Farhat melakukan permohonan
uji materi terhadap UU No.
11/2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) karena terkena Pasal 28 ayat (2)
gara-gara membuat pernyataan di
media sosial
twitter yang mengandung unsur penghinaan terhadap suku, agama,
ras,
dan antargolongan (SARA) terhadap Wakil Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok. Farhat dilaporkan ke Polda Metro tanggal 10 Januari 2013
oleh Persatuan Islam Tionghoa Indonesia. "MK menilai penyebaran informasi yang
dilakukan dengan maksud
menimbulkan
rasa
kebencian dan permusuhan bertentangan dengan jaminan pengakuan
serta penghormatan atas hak dan
kebebasan
individu. Dan bertentangan pula dengan
tuntutan yang adil sesuai dengan pertimbangan moral nilai-nilai agama, keamanan dan ketertiban umum," jelas Arief, Hakim Konstitusi. Polisi akhirnya tidak meneruskan laporan
kasus ini
karena
laporan telah dicabut dan Farhat telah berdamai.
Tata Cara Intersepsi
Terkait RPP Penyadapan, Meskipun Mahkamah Agung menganggap hal itu sah
karena
tidak bertentangan
dengan UU, Mahkamah Kostitusi mengabulkan uji
materi
pasal 31 ayat (4) Undang-Undang Nomor 11 tahun 2008 tentang Informasi
dan Transaksi Elektronik (ITE). Dengan begitu,
Rancangan Peraturan Pemerintah
Penyadapan, yang mengacu pada pasal itu, tidak bisa disahkan. "Mengabulkan
permohonan untuk seluruhnya," kata Ketua Majelis Konstitusi Mahfud MD saat
membacakan putusan di Gedung MK, Jakarta
Pusat, Kamis 24 Februari 2011.
Majelis menyatakan pasal itu tidak memiliki kekuatan hukum mengikat. Dalam
pertimbangannya, majelis berpendapat, penyadapan harus diatur oleh Undang- Undang.
Bukti Elektronik
Terbaru, dalam
skandal "Papa
Minta
Saham"
tahun
atau Kasus PT
Freeport
Indonesia 2015 membuat Mantan Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Setya Novanto
mengajukan permohonan uji materi atas Undang Undang Informasi dan Transaksi
Elektronik (ITE)
serta Undang
Undang KPK.
“Pemohon merasa dirugikan dengan ketentuan Pasal 5 ayat (1) dan ayat (2) serta Pasal 44 huruf b
UU ITE,” ujar
kuasa hukum Novanto, Syaefullah Hamid, di Gedung
Mahkamah Konstitusi Jakarta, seperti
dikutip dari Antara, Kamis (25 Februari
2016). Adapun
dua ketentuan tersebut
mengatur bahwa informasi atau
dokumen elektronik
merupakan salah satu alat bukti dalam penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di
pengadilan yang sah. Novanto juga
merasa dirugikan dengan berlakunya ketentuan Pasal 26A UU
KPK terkait alat bukti elektronik yang sah. Novanto menilai
bahwa ketentuan-ketentuan tersebut tidak mengatur secara tegas mengatur tentang alat
bukti yang sah, serta siapa yang memiliki wewenang untuk melakukan perekaman.
"Perekaman yang dilakukan secara tidak sah (ilegal) atau tanpa izin
orang yang berbicara dalam rekaman, atau
dilakukan
secara diam-diam tanpa
diketahui
pihak yang terlibat dalam pembicaraan secara jelas melanggar hak privasi dari orang yang pembicaraanya direkam," kata dia. Sehingga, bukti rekaman itu
tidak
dapat dijadikan sebagai alat bukti karena diperoleh secara ilegal. Majelis
hakim Ketua MK Arief
Hidayat pun memberikan saran
perbaikan
permohonan,
sebab tidak ada kedudukan hukum pemohon sebagai anggota DPR.
Penegakan Hukum
Lembaga
lembaga
di Indonesia yang menegakkan
UU ITE diantaranya
yaitu:
1. Kementerian Komunikasi dan Informatika, berperan sebagai
regulator,
khususnya
Direktorat Jenderal Aplikasi Informatika yang memiliki
6 Direktorat, dan juga memiliki
Penyidik Pegawai Negeri Sipil
untuk menangani kasus-kasus pidana ITE.
2. Kepolisian Negara Republik Indonesia, khususnya Unit IV Cybercrime, Direktorat Reserse Kriminal Khusus, Badan Reserse Kriminal
3. ID-CERT - Indonesia Computer Emergency Response
Team. ID-CERT didirikan sebagai komunitas pertama yang didirikan tahun 1998 untuk menangani insiden di
internet. Didirikan oleh Budi Raharjo (Pakar
IT
dari ITB)[
4. ID-SIRTII/CC - Indonesia Security Incident Response Team on Internet Infrastructure/Coordination Center. Lembaga yang dibangun beberapa komunitas TI Indonesia dan institusi
negara untuk menangani ancaman infrastruktur internet. ID-
SIRTII didirikan 2007
dibawah Ditjen
Postel (pada awalnya) dan mengoordinir para
komunitas CERT yang ada di Indonesia. ID-SIRTII memiliki wewenang memonitor
log
traffic internet, dan mengasistensi lembaga penegak hukum lainnya, penelitian
pengembangan serta pelatihan
5. Pengelola
Nama
Domain Internet Indonesia (PANDI) - Komunitas yang diberikan hak mengelola
domain .id Kontroversi
Kasus Prita Mulyasari
Artikel utama untuk bagian ini adalah: Prita Mulyasari
Kasus ini
merupakan pertama kalinya UU ITE menelan korban. Seorang Ibu Rumah Tangga
didaerah Tangerang
dituduh mencemarkan nama baik sebuah Rumah
Sakit Swasta tahun 2009. Hal itu disebabkan Ibu tersebut menuliskan
keluhannya terhadap pelayanan
rumah sakit
tersebut
dalam sebuah mailing
list (milis) di internet. Tuntutan
yang dirasa berlebihan
membuat masyarakat beramai-ramai
membuat gerakan sosial
"KOIN UNTUK
PRITA"
Kisruh Menteri dengan Blackberry
Menteri Komunikasi dan Informatika,
Tifatul Sembiring mengancam akan memblokir layanan akses Blackberry di Indonesia karena adanya akses
porno. Rencana pemblokiran layanan BlackBerry
di Indonesia itu kembali memanaskan suasana di Internet, khususnya jejaring sosial
dan
situs microblogging populer seperti Twitter.
Pelanggan Research
In
Motion ramai-ramai memprotes
rencana Menteri
Komunikasi dan Informatika Tifatul Sembiring memblokir layanan itu.
Berikut delapan tuntutan yang disodorkan kepada RIM:
1. RIM agar menghormati & patuhi Peraturan Perundangan yang berlaku di Indonesia, terkait UU
36/1999,
UU
11/2008 dan UU
44/2008
2. RIM agar membuka perwakilan di Indonesia, karena
pelanggan RIM di Indonesia untuk Blackberry sudah lebih dari
2 juta.
3. RIM agar membuka
service center di Indonesia untuk melayani & mudahkan pelanggan mereka yang WNI.
4. RIM agar merekrut
dan menyerap
tenaga
kerja
Indonesia
secara
layak
dan proporsional.
5. RIM agar sebanyak
mungkin
menggunakan
konten
lokal
Indonesia,
khususnya
mengenai
software.
6. RIM agar memasang software blocking terhadap situs-situs porno, sebagaimana operator lain sudah
mematuhinya.
7. RIM agar bangun server/ repeater di Indonesia, agar aparat hukum dapat lakukan penyelidikan terhadap pelaku kejahatan,
termasuk koruptor.
"Hanya saja, masyarakat malah menangkap lain, yaitu BBM bakal diblokir." Kata
Ramadhan Pohan, Anggota Komisi I DPR. Hal ini mengakibatkan miskomunikasi kepada
masyarakat yang belum mendapat penjelasan komprehensif tentang
kebijakan atau tuntutan menteri itu."Hanya saja, yang jadi persoalan adalah
penerimaan publik, Blackberry
itu mau diblokir gara-gara ada konten porno yang
tidak bisa dibendung. Padahal itu kan hanya salah satu poin tuntutan saja,"
kata
Ramadhan.
Dari sejumlah tuntutan kepada RIM (Research in Motion, Perusahaan Induk dari
Blackberry),
ada
sejumlah kesepakatan yang akan
dijalankan.
Namun,
ada beberapa poin, yang menurutnya, tidak sesuai kesepakatan. Seperti
Penanggungjawab Kantor Indonesia yang masih
berkantor di Kanada. "Kami telah
menyurati RIM. Intinya,
mereka beroperasi di Indonesia tapi belum membangun infrastruktur atau
server di Indonesia," kata Tifatul. "Sesuai UU ITE No.11/2008, penyelenggara telekomunikasi baik lokal maupun asing harus mendirikan server di Indonesia.
Sama halnya dengan institusi
internasional, bank Internasional.
Posisinya sama dengan RIM. Bank internasional saja
diwajibkan untuk membangun data center di
sini," tandasnya.
Saat Menkominfo mengungkapkan rencana untuk memblokir layanan BlackBerry, 7
Januari lalu, pemerintah menyediakan waktu 2 minggu bagi Research In Motion
untuk menyesuaikan diri dengan Undang-Undang
yang
berlaku
di Indonesia. Apabila setelah batas waktu yang ditentukan sudah terlewati dan konten
pornografi masih bisa diakses lewat BlackBerry, maka pemerintah akan melarang RIM untuk menyediakan layanan browsing.“Hanya layanan browsing internet saja yang dilarang. Layanan seperti telepon, SMS, email, dan BlackBerry Messenger (BBM) tidak dilarang,” kata Gatot
S Dewa Broto,
Kepala Pusat
Informasi dan Humas
Kementerian Kominfo.
Meski awalnya tindakan Tifatul dianggap mengancam keberadaan RIM di dalam
negeri, nyatanya pihak RIM malah menyetujui persyaratan yang diajukan Tifatul. Tifatul berharap dengan adanya kantor RIM
di Indonesia maka pemerintah bisa
meminta social budget atau pajak dari perusahaan Kanada tersebut. Ini lantaran
pengguna Blackberry telah mencapai 3 juta pelanggan saat ini. Dengan jumlah
pelanggan sebesar itu, Tifatul menghitung, RIM
bisa meraup keuntungan Rp 189
miliar per
bulan dari pasar Indonesia tanpa membayar pajak.
Pemblokiran
Situs-Situs Internet
Diawal tahun 2015, Kominfo melakukan pemblokiran terhadap 22 situs media Islam yang dianggap
mengajarkan paham radikal,
atas
permintaan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme(BNPT). Namun tindakan ini, menimbulkan sikap pro
dan kontra di tengah masyarakat.
BNPT merekomendasikan
pemblokiran situs islam berdasarkan surat Nomror 149/K.BNPT/3/2015 tentang Situs/Website Radikal ke dalam sistem filtering Kemenkominfo (Trust Positif).
Deputi Penindakan dan Pembinaan Kemampuan BNPT Irjen (Pol) Arief Dharmawan mengatakan, konten situs tersebut
memuat
tulisan yang menghasut dan
menyebar
kebencian. Berdasarkan
laporan
tersebut dan
sesuai dengan Peraturan
Menteri
Kominfo Nomor 19 Tahun 2014 soal penanganan situs internet bermuatan negatif, maka Kominfo
pun memblokir situs yang diajukan. Merujuk Pasal 1
Permen tersebut, pemblokiran
situs adalah
upaya yang dilakukan agar
situs internet
bermuatan
negatif tidak dapat diakses. "Dari 26 situs yang diajukan, kami
memblokir 22 karena yang lain ada yang mati, tidak aktif dan sudah ditutup," ujar Ismail, Kepala Pusat Informasi dan
Humas
Kominfo.
Pemblokiran ini dinilai sejumlah pihak telah membelenggu
kebebasan pers dan kebebasan berekspresi.Menurut Menteri
Kominfo Rudiantara, situs bermuatan terorisme saat ini
memang sulit dilacak, berbeda dengan situs porno yang menggunakan kata kunci populer. Peneliti Setara Institute berkata dugaan terhadap
22 situs penyebar ajaran radikal
seharusnya diuji
melalui proses peradilan. Ia menuturkan Undang-Undang
Nomor
11 Tahun
2008 tentang Informasi dan
Transaksi Elektronik misalnya, menyediakan ruang untuk memidanakan pengelola situs yang menyebarkan
kebencian. Aturan
yang dimaksud merupakan Pasal 28
ayat (2) UU ITE. Pasal itu melarang setiap orang menyebarkan informasi yang
bertujuan menimbulkan kebencian dan permusuhan antarindividu atau
kelompok
berdasarkan latar belakang suku,
agama,
ras
maupun golongan.
Atas kekisruhan
ini,
blokir
itu
dibuka dan sebagai solusi
jangka panjang,
Menkominfo membuat Tim Panel Ahli untuk menangani
masalah pemblokiran
situs
ini. Sebelum situs diblokir, situs akan dinilai oleh Tim Panel yang terdiri dari multistakeholder dengan expertise masing-masing dan Tim ini dibagi 4 panel, yaitu:
1) Pornografi, Kekerasan Anak 2) SARA, Terorisme, Kebencian. 3) Narkoba,
Investasi Ilegal, 4) Hak Kekayaan Intelektual. Rencananya kementerian bakal
mengusulkan proses normalisasi 10 situs web Islam kepada Panel Terorisme,
SARA, dan Kebencian dari Forum Penanganan Situs Internet Bermuatan Negatif (PSIBN)
x Warga digital merupakan individu yang memanfaatkan teknologi informasi untuk berkomunitas, bekerja, dan
berekreasi.
x Kewargaan
digital adalah
konsep
yang
dapat
digunakan
untukmemberikan pengetahuan mengenai
penggunaan teknologi
dunia
maya
dengan baik dan benar.
x Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik atau Undang
Undang nomor 11 tahun 2008 atau UU ITE adalah UU yang mengatur tentang informasi serta
transaksi elektronik, atau teknologi informasi secara umum.
D. Tugas
1. Carilah contoh pelanggaran etiket di sebuah forum.
a. Tuliskan komponen kewargaan digital yang dilanggar.
b. Tuliskan alasan mengapa pelanggaran tersebut terjadi.
c. Tuliskan akibat yang ditimbulkan dari
pelanggaran tersebut.
d. Tuliskan tindakan yang Anda lakukan untuk mencegah terulang-nya pelanggaran tersebut.
2. Daftarkan diri Anda ke salah satu situs jual
beli.
a. Tuliskan kelebihan jual beli secara daring bagi
penjual. b. Tuliskan kelebihan jual beli secara daring bagi pembeli.
c. Tuliskan beberapa
etiket
untuk menjadi penjual yang baik.
d. Tuliskan beberapa etiket untuk menjadi
pembeli yang baik.
e. Pilih salah satu barang yang tidak digunakan lagi di rumah, dan buatlah sebuah iklan daring.
E. Tes Formatif
1. Apakah yang dimaksud dengan kewargaan digital?
2. Sebutkan dan jelaskan komponen kewargaan
digital.
3. Apakah yang dimaksud dengan konsep “THINK”
dalam konsep kewargaan
digital?
4. Jelaskan Undang Undang yang mengatur Informasi dan Transaksi elektronik ?
5. Sebutkan salah satu contoh kasus yang terjadi di dunia maya dan yang berhubungan dengan UU ITE